Lapor Prabowo, Bahlil Mau Tambah Impor Minyak dan LPG Jakarta, 20 April 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia resmi menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto rencana strategis penambahan impor minyak mentah dan LPG dari Amerika Serikat. Langkah ini bukan tanpa alasan: Indonesia tengah berupaya menjaga hubungan dagang dengan AS di tengah bayang-bayang kenaikan tarif impor dari negeri Paman Sam.
Rencana itu bernilai fantastis. Nilainya ditaksir mencapai Rp 168 triliun, atau setara US$ 10 miliar. Dan disebut sebagai strategi dagang untuk menekan potensi sanksi dagang sepihak dari Washington.
Bahlil Latar Belakang: Menekan Risiko Tarif Impor AS
AS Ancam Naikkan Tarif hingga 32% untuk Produk RI
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk menaikkan tarif bea masuk terhadap sejumlah komoditas dari Indonesia hingga 32%. Ini sebagai respon atas ketidakseimbangan neraca perdagangan antara kedua negara yang disebut Trump “tidak adil”.
Indonesia, dalam hal ini, berusaha merespons dengan diplomasi dagang. Bahlil menjelaskan bahwa neraca dagang Indonesia-AS saat ini masih surplus sekitar US$ 14,6 miliar. Dan pembelian energi dari AS diharapkan bisa mengurangi tensi tersebut.
Detail Rencana Impor: LPG dan Minyak Mentah Disasar
Dari 4% Menjadi 40% untuk Minyak, LPG Digenjot hingga 85%
Dalam keterangannya usai bertemu Presiden Prabowo di Istana. Bahlil mengungkap bahwa Indonesia akan menaikkan porsi impor LPG dari Amerika menjadi 80-85%, dari sebelumnya 54%.
Sementara itu, impor minyak mentah dari AS juga akan ditingkatkan dari hanya 4% menjadi sekitar 40% dari total kebutuhan impor nasional. Rencana ini akan dijalankan tanpa menambah volume total impor, melainkan mengalihkan sumber pasokan dari negara-negara lain seperti Arab Saudi, Nigeria. Dan Malaysia.
Dampak dan Tujuan: Diplomasi Dagang, Bukan Beban APBN
Tidak Membebani Anggaran Negara
Bahlil menegaskan bahwa langkah ini tidak akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia memastikan bahwa pengalihan sumber pasokan ini tidak disertai kontrak jangka panjang, sehingga tidak akan mengganggu fleksibilitas pembelian energi di masa depan.
“Kita tidak menambah volume, kita hanya memindahkan asal negara supplier-nya. Yang sebelumnya dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara, sebagian kita geser ke AS,” ujar Bahlil.
Tindak Lanjut: Pertamina Evaluasi Teknis dan Harga
Bahlil Evaluasi Ekonomi, Efisiensi, dan Infrastruktur
Pertamina sebagai pelaksana teknis kini sedang melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk soal kecocokan harga, skema pembayaran, dan kesiapan infrastruktur kilang untuk mengolah minyak mentah dari AS. Proses ini dilakukan agar rencana impor tidak merugikan negara dan tetap kompetitif dibandingkan dengan sumber pasokan lain.
Selain itu, Bahlil juga menekankan bahwa segala bentuk kerja sama akan mengikuti prinsip bisnis dan tidak dalam bentuk bantuan atau subsidi bilateral.
Respon Presiden Prabowo dan Arah Diplomasi Energi ke Depan
Bahlil Dukungan Penuh Selama Tak Ganggu Stabilitas Nasional
Presiden Prabowo dikabarkan memberikan lampu hijau terhadap rencana tersebut, selama kebijakan ini tidak mengganggu stabilitas energi domestik dan memperhatikan kepentingan nasional.
Pemerintah juga membuka opsi negosiasi lanjutan dengan AS, tidak hanya terkait energi, tetapi juga investasi dan industri strategis lainnya sebagai bagian dari kemitraan yang lebih seimbang.
Bahlil Strategi Dagang atau Ketergantungan Baru?
Rencana penambahan impor energi dari AS senilai Rp 168 triliun menjadi isu hangat yang tak hanya menyangkut neraca perdagangan, tapi juga geopolitik energi dan kedaulatan ekonomi nasional.
Apakah langkah ini murni strategi dagang cerdas, atau justru membuka potensi ketergantungan baru terhadap satu negara pemasok energi? Hanya waktu dan ketepatan eksekusi yang bisa menjawabnya.